Rss Feed
Powered By Blogger
A. PRANATA

Pranata atau institusi adalah norma atau aturan mengenai suatu aktivitas masyarakat yang khusus. Norma/aturan dalam pranata berbentuk tertulis (undang-undang dasar, undang-undang yang berlaku, sanksi sesuai hukum resmi yang berlaku) dan tidak tertulis (hukum adat, kebiasaan yang berlaku, sanksinya ialah sanksi sosial/moral (misalkan dikucilkan)). Pranata bersifat mengikat dan relatif lama serta memiliki ciri-ciri tertentu yaitu simbol, nilai, aturan main, tujuan, kelengkapan, dan umur.
Institusi dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
  • Institusi formal adalah suatu institusi yang dibentuk oleh pemerintah atau oleh swasta yang mendapat pengukuhan secara resmi serta mempunyai aturan-aturan tertulis/ resmi. Institusi formal dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
  • Institusi pemerintah adalah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan suatu kebutuhan yang karena tugasnya berdasarkan pada suatu peraturan perundang-undangan melakukan kegiatan untuk meningkatkan pelayanan masyarakat dan meningkatkan taraf kehidupan kebahagiaan kesejahteraan masyarakat. Institusi Pemerintah atau Lembaga Pemerintah dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
  • Institusi swasta adalah institusi yang dibentuk oleh swasta (organisasi swasta) karena adanya motivasi atau dorongan tertentu yang didasarkan atas suatu peraturan perundang-undangan tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Institusi atau lembaga ini secara sadar dan ikhlas melakukan kegiatan untuk ikut serta memberikan pelayanan masyarakat dalam bidang tertentu sebagai upaya meningkatkan taraf kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Contoh : Yayasan Penderita Anak Cacat, Lembaga Konsumen, Lembaga Bantuan Hukum, Partai Politik.
    • Institusi non-formal adalah suatu institusi yang tumbuh dimasyarakat karena masyarakat membutuhkannya sebagai wadah untuk menampung aspirasi mereka. Ciri-ciri institusi non-formal antara lain:
      1. Tumbuh di dalam masyarakat karena masyarakat membentuknya, sebagai wadah untuk menampung aspirasi mereka.
      2. Lingkup kerjanya, baik wilayah maupun kegiatannya sangat terbatas.
      3. Lebih bersifat sosial karena bertujuan meningkatkan kesejahteraan para anggota.
      4. Pada umumnya tidak mempunyai aturan-aturan formal (Tanpa anggaran dasar/Anggaran rumah tangga).


      B. NORMA

      Norma adalah aturan-aturan atau pedoman sosial yang khusus mengenai tingkah laku, sikap, dan perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan di lingkungan kehidupannya. Dari sudut pandang umum sampai seberapa jauh tekanan norma diberlakukan oleh masyarakat, norma dapat dibedakan sebagai berikut.
      a . Cara (Usage)
      Cara mengacu pada suatu bentuk perbuatan yang lebih menonjolkan pada hubungan antarindividu. Penyimpangan pada cara tidak akan mendapatkan hukuman yang berat, tetapi sekadar celaan, cemoohan, atau ejekan. Misalnya, orang yang mengeluarkan bunyi dari mulut (serdawa) sebagai pertanda rasa kepuasan setelah makan. Dalam suatu masyarakat, cara makan seperti itu dianggap tidak sopan. Jika cara itu dilakukan, orang lain akan merasa tersinggung dan mencela cara makan seperti itu.

      b. Kebiasaan (Folkways)
      Kebiasaan mempunyai kekuatan mengikat yang lebih tinggi daripada cara (usage). Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama karena orang banyak menyukai perbuatan tersebut. Misalnya, kebiasaan menghormati orang yang lebih tua.

      c . Tata Kelakuan (Mores)
      Jika kebiasaan tidak semata-mata dianggap sebagai cara berperilaku, tetapi diterima sebagai norma pengatur, kebiasaan tersebut menjadi tata kelakuan. Tata kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari sekelompok manusia, yang dilaksanakan atas pengawasan baik secara sadar maupun tidak sadar terhadap anggotanya. Tata kelakuan, di satu pihak memaksakan suatu perbuatan, sedangkan di lain pihak merupakan larangan sehingga secara langsung menjadi alat agar anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan individu. Misalnya, larangan perkawinan yang terlalu dekat hubungan darah (incest).

      d. Adat Istiadat (Custom)
      Tata kelakuan yang terintegrasi secara kuat dengan polapola perilaku masyarakat dapat meningkat menjadi adapt istiadat. Anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan mendapat sanksi keras. Misalnya, hukum adat di Lampung melarang terjadinya perceraian pasangan suami istri. Jika terjadi perceraian, orang yang melakukan pelanggaran, termasuk keturunannya akan dikeluarkan dari masyarakat hingga suatu saat keadaannya pulih kembali. Norma pada umumnya berlaku dalam suatu lingkungan. Oleh karena itu, sering kita temukan perbedaan antara norma di suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya.
    C. INSTITUSIONALISASI

    Institusionalisasi adalah suatu proses terbentuknya suatu institution. Suatu bentuk tindakan atau pola perilaku yang sebelumnya merupakan sesuatu yang baru, kemudian diakui keberadaannya, dihargai, dirasakan manfaatnya dan seterusnya diterima sebagai bagian dari pola tindakan dan pola perilaku lingkungan tertentu. Proses institusionalisasi terjadi apabila pola perilaku tersebut semakin melembaga, semakin mengakar dalam kehidupan lingkungan sosial tertentu. Oleh sebab itu dalam proses institusionalisasi yang terpenting bukan kehadiran suatu organisasi atau institute sebagai wadahnya, melainkan hadirnya suatu pola tingkah laku yang semakin melembaga(institution).
            Dalam kaitannya dengan pelayanan sosial, dikatakan telah terjadi institusionalisasi apabila tindakan pelayanan sosial dan hasilnya bukan merupakan kegiatan yang bersifat insidental, melainkan kegiatan yang berkesinambungan, terstruktur dan merupakan bagian integral dari pola aktivitas yang terlembagakan. Dalam usaha pelayanan sosial institusionalisasi terjadi baik bagi pihak yang memberi maupun yang menerima pelayanan.
           Bagi pihak yang memberikan pelayanan sosial, kegiatan pelayanan sosial dilakukan secara berkelanjutan, dilakukan oleh perangkat yang menjadi bagian integral dari sistem organisasi pemberi pelayanan tersebut, dengan menggunakan pendekatan yang sudah teruji. Bagi penerima pelayanan sosial, institusionalisasi berarti hasil dari pelayanan tersebut bukan merupakan dampak sesaat melainkan berkelanjutan, walaupun pelayanan sudah dihentikan.

    Institusionalisasi Pemberi Pelayanan
    Secara garis besar, terjadinya institusionalisasi pemberi pelayanan sosial membutuhkan beberapa prasarat:
    1.adanya  bagian dari sitem memenjemen institusi yang yang secara khusus menangani usaha pelayanan sosial
    2.adanya alokasi  anggaran yang disediakan untuk kegiatan pelayanan sosial setiap tahun anggaran
    3.adanya  tenaga yang mempunyai kompetensi dibidang pelayanan sosial
    4.adanya  program program pelayanan sosial yang berkesinambungan
    5.adanya  pendekatan yang sudah teruji baik untuk menjamin ketepatan kelompok sasaran maupun  untuk mewujudkan prinsip
      "help the people to help themselves".

    Institusionalisasi Penerima Pelayanan:
    Institusionalisasi pada pihak penerima pelayanan diusahakan melalui perwujudan beberapa kondisi berikut
    1.kesinambungan aktivitas penerima pelayanan yang distimulasi oleh pelayanan sosial
    2.pengembangan kapasitas sebagai dampak positif dari pelayanan sosial yang diterima
    3.apabila pelayanan sosial diberikan pada kelompok atau masyarakat, ditandai dengan adanya institusi yang merupakan
      organization that are institution
    4.tidak mengakibatkan ketrergantungan sebagai akibat pelayanan, kecuali bagi penerima yang karena kondisinya memang mengharuskan demikian
    5.kondisi kehidupan yang semakin meningkat dari penerima pelayanan

    Langkah langkah
    1.Melalui proses bekerja sambil belajar.
    Dalam proses ini melalui kegiatan pelayanan sosial terjadi proses  saling belajar antara pemberi dan penerima pelayanan. Proses saling belajar juga lebih menjamin pelayanan yang diberikan sesuai kebutuhan penerima, dan lebih menjamin dimanfaatkannya potensi dan kearifan lokal
    2.Melalui proses bekerja sambil belajar tersebut peranan pemberi pelayanan semakin dikurangi, sebaliknya peranan penerima  pelayanan semakin ditingkatkan. Hal itu juga berlaku dalam hal alokasi sumberdaya.
    3.Melalui proses bekerja sambil belajar seperti itu kemudian terwujud pola aktivitas yang melembaga.
    4.Apabila institusionalisasi sudah dianggap cukup, maka kondisi itu merupakan saat yang tepat untuk menghentikan pelayanan sosial yang diberikan. Tahap ini sering juga disebut terminasi atau disengagement.
    5.Karena sudah terjadi institusionalisasi, kegiatan terus berjalan bahkan diharapkan terus meningkat walaupun pelayanan sudah dihentikan

    Indikator
    1.Aktivitas tetap berlanjut  walaupun pelayanan dihentikan
    2.Terjadi efek multiplier dari dampak pelayanan, baik jenis kegiatan maupun pelaku kegiatan

    (sumber : Wikipedia Indonesia dan Google.com)

    0 komentar:

    Posting Komentar